WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 06 April 2013

MAKALAH EKSISTENSI KEBUDAYAAN ADAT AMMOTOA KAJANG TERHADAP GLOBALISASI


KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karuniaNyalah Saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Eksistensi Kebudayaan Adat Ammatoa Terhadap Pengaruh Globalisasi” tanpa hambatan apapun. Oleh sebab itu, Saya berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya untuk menambah wawasan para pembaca.
Dengan demikian pada makalah ini saya berharap supaya masyarakat bias lebih mengetahui tentang kebudayaan adat Ammatoa.
Walaupun demikian, saya menyadari bahwa ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan dengan makalah ini masyarakat dapat mengetahui/menambah wawasan tentang kebudayaan adat Ammatoa.







                                                                             Makassar, 11 November 2012


                                                                            
                                                                                         PENULIS                                                                                                                                                                             

i
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR. .............................................................................. i
DAFTAR ISI. ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang. ............................................................................ 1
  2. Rumusan Masalah. .................................................................. .... 1
  3. Tujuan..................................................................................... .... 1

BAB II
  1. Pengertian Ammatoa. ................................................................... 2
  2. Pengaruh Globalisasi terhadap kebudayaan adat Ammatoa. ........... 7

BAB III PENUTUP.
  1. Kesimpulan. ................................................................................. 8
  2. Saran. ......................................................................................... 8





 
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia tercipta memiliki akal dan nafsu, sehingga bisa menghasilkan cipta, rasa, dan karsa. Dengan hal tersebut, manusia berpotensi menghasilkan budaya. Budaya juga merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan beragam kebudayaannya. Keanekaragaman inilah yang menjadikan bangsa ini unik dan menjadi banyak perhatian para budayawan luar untuk datang dan mempelajarinya. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia (google.com).
Di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Bulukumba terdapat suatu Komunitas Adat yang masih kuat mempertahankan budayanya. Mereka menyeleksi teknologi yang masuk ke dalam kawasan adat. Mereka memiliki satu orang pemimpin adat yang disebut Ammatoa, yang berarti bapak atau yang dituakan. Ammatoa memegang kepemimpinan seumur hidup sejak setelah ia dinobatkan melalui upacara adat. Mereka memakai pakaian dengan dominasi warna hitam, dan memiliki nasehat/ peraturan adat “Pasang Ri Kajang” yang dipesankan secara turun temurun dari Ammatoa pertama.

B.    Rumusan Masalah

1.    Apakah yang dimaksud Ammatoa ?
2.    Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan adat Ammatoa ?


C.   Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.    Mengetahui apa itu Ammatoa ?
2.    Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Ammatoa ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ammatoa
Amma Toa merupakan pemimpin tertinggi dalam komunitas Ammatoa, yang memegang tampuk kepemimpinan sepanjang hayatnya sejak dinobatkan.  Amma Toa pertama disebut To Mariolo (manusia terdahulu), artinya manusia yang pertama kali turun di Tombolo Desa Tanatoa.  Sedangkan Amma Toa berikutnya dipilih oleh Turie’ A’ra’na berdasarkan tanda-tanda yang ada pada orang tersebut.  Bila seorang Amma Toa meninggal, kepemimpinan transisi akan dipegang oleh Anronta' (ibu pertiwi/ibu negara).  Setelah tiga tahun, komunitas Ammatoa melakukan kegiatan ritual di hutan Keramat (Borong Karamaka).  Proses seleksi pemilihan Amma Toa, dijalankan selama tiga tahun kemudian dilakukan pemilihan.  Beberapa ekor Ayam jantan dan kerbau yang dilepas di hutan sebelum pelantikan Amma Toa, akan datang  pada saat pelantikan Amma Toa.  Ayam atau Kerbau tersebut akan datang pada  orang yang terpilih sebagai Amma Toa.  Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa Turie’A’ra’na menunjuk orang tersebut menjadi Amma Toa. 
  Seorang Amma Toa harus  memiliki sifat jujur, sabar, adil, ridha (ikhlas), tegas, tidak berpoligami, ahli dalam berperang, buta aksara, serta memiliki ilmu kebatinan dan ahli meramal.  Sebagaimana disebutkan dalam salah satu Pasang, yaitu :
“Anjo pammarentaya lambusu’pi,
 nasaba rawangannai tau ilalang,
 konre ngasemmi tau ilalang,
ritujunna iya minjo nikua kajuara,
 nasaba pakarammula parasideng sangngenna naung erette,
 kajuara ngasengintu pammarenta”
Artinya : 
Seorang pemimpin harus jujur, karena darinya masyarakat memperoleh perlindungan, karena itulah pemerintah diibaratkan sebagai pohon beringin, karena pemerintah itu mulai dari presiden hingga RT.

Dengan sifat dan kemampuan yang dimilikinya, seorang Amma Toa diharapkan senantiasa mengingatkan komunitasnya agar tetap menjalankan isi Pasang.  Dengan kata lain keberhasilan pelaksanaan Pasang dalam kehidupan sehari-hari sangat bergantung kepada Amma Toa, termasuk dalam hal pengelolaan hutan.
  Keberhasilan kepemimpinan seorang Amma Toa akan ditentukan oleh  kondisi alam.  Seorang Amma Toa yang berhasil memimpin komunitasnya,  akan memerintah hingga akhir hayatnya.  Ukuran pemerintahan yang dianggap berhasil  ditandai dengan  panen yang berhasil, ikan berkembang biak, air tuak (aren) menetes, pohon-pohon bertunas dan mata air tetap mengalir.  Sebagaimana disebutkan dalam ikrar pelantikan Amma Toa :
 “Langngere.
Nasaba ikau nai pammarenta, maemako nilanti
manna kammamamo punna;
 nakajariangko tinanang,
naparakkang jako juku,
na ammattikang jako tua’,
 napalolokang jako ere,
napaloloi jako raung kaju”
Artinya :
Dengarkan.
Karena engkau kini memerintah, maka engkau dilantik.
Jika selama masa pemerintahanmu;
 panen berhasil,
ikan-ikan berkembang biak,
air tuak menetes,
air tetap mengalir dan pohon-pohon bertunas.
Dalam Pasang lain disebutkan :
 “Punna napararakkang juku,
napaloloiko raung kaju,
napabambangiko riallo,
napaturungiko ere bosi,
napalolorangko ere tua’,
nakajariangko tinanang”
Artinya :
(Kami akan senantiasa setia padamu) jika (dalam masa pemerintahanmu) ikan
tetap berkembang biak,
daun-daun kayu tetap bersemi,
matahari bersinar, air hujan turun (cukup), air tuak (aren) tetap menetes dan
tanaman tumbuh subur.
Komunitas Ammatoa senantiasa mematuhi dan mengikuti pemerintah yang jujur dan memiliki kharisma.  Hal ini disebutkan dalam Pasang :
 “Anrai pammarentaya anrai tongki,
kalau’ pammarentaya kalau’ tongki,
Artinya : 
Jika pemerintah ke timur, kita (komunitas) juga ke timur. 
Jika pemerintah ke barat, kita juga ke barat.

Seorang Amma Toa yang tidak menjalankan tugasnya dengan semestinya maka akan tampak tanda-tanda di alam, seperti datangnya kemarau panjang, gagal panen, menyebarnya wabah penyakit, serta gejala alam lainnya.  Jika terjadi hal yang demikian maka Amma Toa tersebut harus diganti karena dianggap tidak manuntungi (memberi petunjuk yang baik bagi komunitasnya).  Sebagaimana disebutkan dalam Pasang :
 “Punna tanna kajariangko,
pettai kalennu,
kamaseangngi kulantu’nu,
balla-balla palettekang”
Artinya :
Jika segalanya tidak berhasil,
maka kasihanilah dirimu dan sayangilah keluargamu,
(karena) kekuasaan dapat berpindah-pindah.
    Pasang ini menunjukkan bahwa kedudukan seorang Amma Toa tidak kekal.  Jika Amma Toa yang bersangkutan melakukan kesalahan maka tidak ada suatu keraguan untuk menggantinya dengan orang yang dianggap lebih pantas untuk memimpin.  Karena itu agar dapat menjabat lebih lama maka seorang Amma Toa harus memimpin dengan baik dan tidak menyalahi Pasang.  Hal ini berkaitan  antara Amma Toa dengan pemerintah sebagaimana yang tercermin dalam pasang :
 “Punna addanggangmo pamarenta,
panra mintu lamung-lamunga,
punna panrami lamung-lamunga,
 bangkuru’mi tau ni parentaya,
rontomi pa’rasangangnga”
Artinya :
Jika pemerintah sudah berdagang,
maka rusaklah tumbuh-tumbuhan.
Jika tumbuh-tumbuhan sudah rusak maka melaratlah rakyat.
Jika rakyat melarat maka hancurlah negeri ini.
    Pasang ini menunjukkan betapa pentingnya seorang pemerintah yang jujur, yang tidak semata berpikir komersil.  Jika seorang pemimpin sudah berpikiran komersil, seperti menjual kayu dalam hutan untuk kepentingan pribadi maka nantinya yang akan menderita adalah rakyat dan berimplikasi pada keberadaan daerah mereka, yaitu Tanatoa.
    Saat ini kedudukan Amma Toa sementara dijabat oleh Puto Palasa, anak Amma Toa sebelumnya (Puto Nyonyo) yang meninggal dunia pada bulan April 2000 (Kompas, 2002).




























Gambar 1. Struktur lembaga adat Amma Toa (Setelah masuknya lembaga Karaeng Tallua)
 
 

































2.2. Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Ammatoa
Masyarakat adat Amma Toa sangatlah unik. Keunikannya terletak pada cara mereka mempertahankan budayanya dari pengaruh modernitas. Mereka berusaha untuk menjaga kebudayaannya dari pengaruh globalisasi yang kian maju.
Masyarakat adat Amma Toa memiliki ciri khas tersendiri, Dimulai dari pakaian yang mereka kenakan. Dalam kesehariannya, masyarakat adat Ama Toa memakai pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam ini melambangkan kekentalan budaya yang senantiasa harus dipertahankan. Selain itu, mereka juga tak pernah menggunakan alas kaki ketika melakukan aktivitasnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka benar-benar menyatu dengan alam. Keunikannya juga terletak pada penataan rumah mereka. Umumya, dalam sebuah rumah, bagian dapur terletak di bagian belakang dalam sebuah rumah. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat adat tersebut. Mereka menempatkan bagian dapurnya tepat di bagian depan dalam rumah mereka. Hal ini mereka lakukan karena sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang mereka.
Hal menarik lainnya, mereka memiliki budaya menenun. Setiap wanita dalam kelompok masyarakat tersebut dianjurkan untuk memiliki keahlian menenun. Karena jika seorang wanita dalam kelompok tersebut tidak mempunyai keahlian menenun maka dia tidak diperbolehkan untuk menikah.
Masyarakat Adat Amma Toa dikenal sebagai masyarakat yang mampu melestarikan hutannya dengan baik. Padahal, masyarakat adat tersebut tergolong sebagai masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Ironisnya, mereka mampu melakukan pelestarian lingkungan dengan baik. Sebenarnya hal ini disebabkan karena adanya hukum adat yang berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Hukum adat ini merupakan aturan yag harus dipenuhi dan memiliki sanksi tersendiri jika dilanggar. Sanksinya dapat berupa denda uang dan sanksi sosial. Itulah mengapa masyarakat adat Amma Toa memiliki kesadaran diri yang tinggi.




BAB III

PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
1.    Amma Toa merupakan pemimpin tertinggi dalam komunitas Ammatoa, yang memegang tampuk kepemimpinan sepanjang hayatnya sejak dinobatkan.
2.    Masyarakat adat Amma Toa memiliki ciri khas tersendiri, Dimulai dari pakaian yang mereka kenakan. Dalam kesehariannya, masyarakat adat Ama Toa memakai pakaian yang berwarna hitam.
3.    Globalisasi tidak mempengaruhi kebiasaan masyarakat Ammatoa dalam menjaga kelestarian budayanya.
3.1.  Saran
1.    Pemerintah sebaiknya ikut serta menjaga dalam mempertahankan kebudayaan asli adat Ammatoa
2.    Masyarakat sebaiknya bisa mencontohi apa yang masyarakat Ammatoa kerjakan seperti menjaga/melestarikan hutan.
















DAFTAR PUSTAKA










                                                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar