Perahu pinisi dari zaman dahulu hingga saat ini telah menorehkan kisah panjang. Pinisi telah menjelma menjadi armada perang, kapal angkut barang dagangan hingga kapal pesiar yang dilengkapi peralatan mewah sekelas hotel berbintang. Seperti apakah sesungguhnya perahu ini dilahirkan, berikut sekelumit gambaran tentang proses pebuatan perahu pinisi yang terkenal handal dalam arung samudra.
A.proses pencarian bahan dasar
Spoiler for
Proses
pencarian kayu yang menjadi bahan dasar pembuatan kapal pinisi diawali
dengan penentuan hari baik yang dipandang menguntungkan. Lazimnya, hari
ini dipilih pada hari ke lima dan ketujuh bulan berjalan. Penentuan hari
ini didasari oleh nilai filosofi yakni jika hari kelima maka itu
berarti Naparilimai dale’na. Lima dalam bahasa bugis berarti angka lima
yang juga berarti telapak tangan. Naparilimai dale’na dapat dimaknakan
dale’ atau rezeki diharapkan nantinya akan berada ditelapak tangan. Atau
dengan makna lain rezeki mudah dicari jika kelak perahu yang akan
dibuat dimanfaatkan untuk mencari rezeki atau keuntungan. JIka dipilih
hari ketujuh, maka itu berarti Natujuangenggi dalle’na. Natujuang dalam
bahasa Bugis berarti diniatkan atau dapat pula berarti didapatkan.
Natujuangenggi dalle’na memberi makna kemudahan dalam memperoleh dalle’
(rezeki) atau apa saja yang menjadi niat dihati maka apa yang diniatkan
itu mudah didapatkan.]
b. Pemilihan pohon atau kayu yang akan dijadikan bahan dasar
Spoiler for
Pemilihan
kayu juga tidak dapat dilakukan secara serampangan, tapi dengan melalui
proses pemilihan dengan penyelenggaraan ritual tertentu. Biasanya
diawali dengan pemotongan ayam dan permintaan izin agar penghuni pohon
atau makhluk halus yang diyakini mendiami pohon tersebut memberikan izin
agar kayu tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembuatan perahu. Proses
pemotongan ini juga harus dilaksanakan sekaligus, tidak boleh berhenti
dikerjakan sebelum pohonnya tumbang. Karenanya, proses pemotongan yang
lazimnya menggunakan gergaji dilakukan oleh laki-laki yang berbadan
kuat]
c. Pemotongan Lunas
Spoiler for
Pemotongan
kayu untuk dijadikan lunas juga memiliki aturan tersendiri. Kayu bagian
ujung yang dipotong dan tidak dapat dimanfaatkanakan dibuang kelaut.
Proses pengantaran bagian ujung ini juga tidak boleh menyentuh tanah
hingga kemudian dibuang kelaut. Upacara pengantaran ini lazim disebut
ritual annattara. Bagian yang dibuang ini melambangkan laki-laki yang
melaut untuk mencari nafkah atau juga dapat diartikan sebagai penolak
bala. Selanjutnya potongan bagian belakang akan disimpan dirumah,
sebagai symbol seorang istri yang menanti kedatangan suami yang sedang
mencari nafkah dengan melaut.]
d. Penentuan pusat perahu
Spoiler for
Penentuan
bagian yang menjadi pusat perahu atau ini lebih menitik beratkan pada
nilai filosofis yang terkandung didalamnya, yakni melambangkan kelahiran
bayi perahu. Selanjutnya proses pengerjaan perahu dilaksanakan dengan
dikomandani oleh seorang Ponggawa. Ponggawa ini pulalah yang
bertanggungjawab terhadap proses pembuatan perahu secara teknis hingga
selesai.]
e. Proses penyelesaian (finshing)
Spoiler for
Proses
selanjutnya adalah menyiapkan teras dan buritan perahu yang menjadi
badan perahu. Proses ini diawali dengan pemasangan lunas perahu yang
kemudian dusul dengan pemasangan linggi depan dan linggi belakang.
Barulah kemudian jika selesai disusul pemasangan papan yang menjadi
diding lambung perahu. Secara berurut juga dipasang tulang dan gading
perahu. Setelah proses pemasangan gading ini selesai perahu dipasangi
balok-balok dinding dan dek. Jika semuanya rampung menyusul kamar perahu
yang akan dikerjakan. Namun, perlu dijadikan catatan dalam proses
pembuatan dan pemasangan beberapa bagian perahu, juga dikerjakan
perekatan antara bagian yang menjadi komponen perahu. Perekatan ini
dilakukan dengan memanfaatkan kulit pohon Barru dan dempul yang terbuat
dari kapur dan minyak kelapa. Seperti diketahui bahwa proses pembuatan
kapal dikomandani oleh seorang punggawa atau orang yang mengerti tentang
pembuatan perahu secara tekhnis. Punggawa ini kemudian memiliki
tanggung jawab terhadap pembagian kerja yang dilaksanakan oleh para
pembatu atau pekerja yang disebut Sawi. Disamping itu seorang punggawa
juga ditutut mampu memberikan pengarahan dan pengetahuan kepada para
sawi sebagai pelaksana teknis. Sawi sendiri secara khusus sulit
diketahui kemampuannya selain keterlibatannya sebagai pekerja dalam
proses pembuatan perahu hingga selesai.
Setelah sebuah perahu pinisi selesai dikerjakan barulah prosesi penurunan kapal kelaut diselenggarakan. Upacara adat juga digelar dalam rangka penurunan kapal tersebut dan ketua adat membilang mantra ketika perahu pinisi di luncurkan
bagian bagian dari kapal phinisi
Dari proses pembuatan ini tergambar beberapa bagian perahu pinisi yang memiliki fungsi dalam menggerakkan kapal. Bagian-bagian tersebut antara lain :
1. Anjong, (segi tiga penyeimbang) berada pada bagian depan kapal.
2. Sombala (layar utama) berukuran besar
3. Tanpasere (layar kecil) berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
4. Cocoro pantara (layar bantu depan)
5. Cocoro tangnga (layar bantu tengah.
6. Tarengke (layar bantu di belakang)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar