KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
karuniaNyalah Saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Eksistensi
Kebudayaan Adat Ammatoa Terhadap Pengaruh Globalisasi” tanpa hambatan apapun.
Oleh sebab itu, Saya berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya
untuk menambah wawasan para pembaca.
Dengan
demikian pada makalah ini saya berharap supaya masyarakat bias lebih mengetahui
tentang kebudayaan adat Ammatoa.
Walaupun
demikian, saya menyadari bahwa ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan
dengan makalah ini masyarakat dapat mengetahui/menambah wawasan tentang
kebudayaan adat Ammatoa.
Makassar,
11 November 2012
PENULIS
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR. .............................................................................. i
DAFTAR
ISI. ......................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar Belakang. ............................................................................ 1
- Rumusan Masalah. .................................................................. .... 1
- Tujuan..................................................................................... .... 1
BAB
II
- Pengertian Ammatoa. ................................................................... 2
- Pengaruh Globalisasi terhadap kebudayaan adat Ammatoa. ........... 7
BAB
III PENUTUP.
- Kesimpulan. ................................................................................. 8
- Saran. ......................................................................................... 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia
tercipta memiliki akal dan nafsu, sehingga bisa menghasilkan cipta, rasa, dan
karsa. Dengan hal tersebut, manusia berpotensi menghasilkan budaya. Budaya juga
merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dengan beragam kebudayaannya. Keanekaragaman inilah
yang menjadikan bangsa ini unik dan menjadi banyak perhatian para budayawan
luar untuk datang dan mempelajarinya. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik
atau suku bangsa di Indonesia (google.com).
Di
Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Bulukumba terdapat suatu Komunitas Adat
yang masih kuat mempertahankan budayanya. Mereka menyeleksi teknologi yang
masuk ke dalam kawasan adat. Mereka memiliki satu orang pemimpin adat yang
disebut Ammatoa, yang berarti bapak atau yang dituakan. Ammatoa memegang
kepemimpinan seumur hidup sejak setelah ia dinobatkan melalui upacara adat.
Mereka memakai pakaian dengan dominasi warna hitam, dan memiliki nasehat/
peraturan adat “Pasang Ri Kajang” yang dipesankan secara turun temurun dari
Ammatoa pertama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud Ammatoa ?
2.
Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap
kebudayaan adat Ammatoa ?
C.
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui apa itu Ammatoa ?
2.
Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap
kebudayaan Ammatoa ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Ammatoa
Amma Toa merupakan
pemimpin tertinggi dalam komunitas Ammatoa, yang memegang tampuk kepemimpinan
sepanjang hayatnya sejak dinobatkan. Amma Toa pertama disebut To Mariolo
(manusia terdahulu), artinya manusia yang pertama kali turun di Tombolo Desa
Tanatoa. Sedangkan Amma Toa berikutnya dipilih oleh Turie’ A’ra’na berdasarkan
tanda-tanda yang ada pada orang tersebut.
Bila seorang Amma Toa
meninggal, kepemimpinan transisi akan dipegang oleh Anronta' (ibu pertiwi/ibu
negara). Setelah tiga tahun, komunitas
Ammatoa melakukan kegiatan ritual di hutan Keramat (Borong Karamaka). Proses seleksi pemilihan Amma Toa, dijalankan
selama tiga tahun kemudian dilakukan pemilihan.
Beberapa ekor Ayam jantan dan kerbau yang dilepas di hutan sebelum
pelantikan Amma Toa, akan datang pada
saat pelantikan Amma Toa. Ayam atau Kerbau tersebut akan datang
pada orang yang terpilih sebagai Amma Toa. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa Turie’A’ra’na
menunjuk orang tersebut menjadi Amma
Toa.
Seorang Amma Toa harus memiliki
sifat jujur, sabar, adil, ridha (ikhlas), tegas, tidak berpoligami, ahli dalam
berperang, buta aksara, serta memiliki ilmu kebatinan dan ahli meramal. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu
Pasang, yaitu :
“Anjo pammarentaya lambusu’pi,
nasaba rawangannai
tau ilalang,
konre ngasemmi tau
ilalang,
ritujunna iya minjo nikua kajuara,
nasaba pakarammula
parasideng sangngenna naung erette,
kajuara
ngasengintu pammarenta”
Artinya :
Seorang pemimpin harus jujur, karena darinya masyarakat memperoleh
perlindungan, karena itulah pemerintah diibaratkan sebagai pohon beringin,
karena pemerintah itu mulai dari presiden hingga RT.
Dengan sifat dan kemampuan yang dimilikinya, seorang Amma Toa diharapkan senantiasa
mengingatkan komunitasnya agar tetap menjalankan isi Pasang. Dengan kata lain
keberhasilan pelaksanaan Pasang dalam
kehidupan sehari-hari sangat bergantung kepada Amma Toa, termasuk dalam hal pengelolaan hutan.
Keberhasilan kepemimpinan seorang Amma Toa akan ditentukan oleh kondisi alam.
Seorang Amma Toa yang berhasil
memimpin komunitasnya, akan memerintah
hingga akhir hayatnya. Ukuran
pemerintahan yang dianggap berhasil
ditandai dengan panen yang
berhasil, ikan berkembang biak, air tuak (aren) menetes, pohon-pohon bertunas
dan mata air tetap mengalir. Sebagaimana
disebutkan dalam ikrar pelantikan Amma
Toa :
“Langngere.
Nasaba ikau nai pammarenta, maemako nilanti
manna kammamamo punna;
nakajariangko
tinanang,
naparakkang jako juku,
na ammattikang jako tua’,
napalolokang jako
ere,
napaloloi jako raung kaju”
Artinya :
Dengarkan.
Karena engkau kini memerintah, maka engkau dilantik.
Jika selama masa pemerintahanmu;
panen berhasil,
ikan-ikan berkembang biak,
air tuak menetes,
air tetap mengalir dan pohon-pohon bertunas.
Dalam Pasang lain disebutkan :
“Punna
napararakkang juku,
napaloloiko raung kaju,
napabambangiko
riallo,
napaturungiko
ere bosi,
napalolorangko
ere tua’,
nakajariangko
tinanang”
Artinya :
(Kami akan senantiasa setia padamu) jika (dalam masa pemerintahanmu) ikan
tetap berkembang biak,
daun-daun kayu tetap bersemi,
matahari bersinar, air hujan turun (cukup), air tuak (aren) tetap menetes
dan
tanaman tumbuh subur.
Komunitas
Ammatoa senantiasa mematuhi dan mengikuti pemerintah yang jujur dan memiliki
kharisma. Hal ini disebutkan
dalam Pasang :
“Anrai pammarentaya anrai tongki,
kalau’ pammarentaya
kalau’ tongki,
Artinya :
Jika pemerintah ke timur, kita (komunitas) juga ke timur.
Jika pemerintah ke barat, kita juga ke barat.
Seorang
Amma Toa yang tidak menjalankan
tugasnya dengan semestinya maka akan tampak tanda-tanda di alam, seperti
datangnya kemarau panjang, gagal panen, menyebarnya wabah penyakit, serta
gejala alam lainnya. Jika terjadi hal
yang demikian maka Amma Toa tersebut harus diganti karena dianggap tidak manuntungi
(memberi petunjuk yang baik bagi komunitasnya).
Sebagaimana disebutkan dalam Pasang :
“Punna tanna kajariangko,
pettai kalennu,
kamaseangngi
kulantu’nu,
balla-balla
palettekang”
Artinya :
Jika segalanya tidak berhasil,
maka kasihanilah dirimu dan sayangilah keluargamu,
(karena) kekuasaan dapat berpindah-pindah.
Pasang ini menunjukkan bahwa kedudukan seorang Amma Toa tidak kekal. Jika Amma
Toa yang bersangkutan melakukan kesalahan maka tidak ada suatu keraguan
untuk menggantinya dengan orang yang dianggap lebih pantas untuk memimpin. Karena itu agar dapat menjabat lebih lama
maka seorang Amma Toa harus memimpin
dengan baik dan tidak menyalahi Pasang. Hal ini berkaitan antara Amma Toa dengan pemerintah sebagaimana
yang tercermin dalam pasang :
“Punna addanggangmo pamarenta,
panra mintu
lamung-lamunga,
punna panrami
lamung-lamunga,
bangkuru’mi tau ni parentaya,
rontomi
pa’rasangangnga”
Artinya :
Jika pemerintah sudah berdagang,
maka rusaklah tumbuh-tumbuhan.
Jika tumbuh-tumbuhan sudah rusak maka melaratlah rakyat.
Jika rakyat melarat maka hancurlah negeri ini.
Pasang ini menunjukkan betapa pentingnya seorang pemerintah
yang jujur, yang tidak semata berpikir komersil. Jika seorang pemimpin sudah berpikiran
komersil, seperti menjual kayu dalam hutan untuk kepentingan pribadi maka
nantinya yang akan menderita adalah rakyat dan berimplikasi pada keberadaan
daerah mereka, yaitu Tanatoa.
Saat ini kedudukan Amma Toa sementara dijabat oleh Puto Palasa, anak Amma Toa sebelumnya (Puto Nyonyo) yang
meninggal dunia pada bulan April 2000 (Kompas, 2002).
![]() |
||||
|
2.2.
Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Ammatoa
Masyarakat adat Amma Toa
sangatlah unik. Keunikannya terletak pada cara mereka mempertahankan budayanya
dari pengaruh modernitas. Mereka berusaha untuk menjaga kebudayaannya dari pengaruh
globalisasi yang kian maju.
Masyarakat adat Amma Toa
memiliki ciri khas tersendiri, Dimulai dari pakaian yang mereka kenakan. Dalam
kesehariannya, masyarakat adat Ama Toa memakai pakaian yang berwarna hitam.
Warna hitam ini melambangkan kekentalan budaya yang senantiasa harus
dipertahankan. Selain itu, mereka juga tak pernah menggunakan alas kaki ketika
melakukan aktivitasnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka benar-benar menyatu
dengan alam. Keunikannya juga terletak pada penataan rumah mereka. Umumya,
dalam sebuah rumah, bagian dapur terletak di bagian belakang dalam sebuah
rumah. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat adat tersebut. Mereka
menempatkan bagian dapurnya tepat di bagian depan dalam rumah mereka. Hal ini
mereka lakukan karena sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang mereka.
Hal menarik lainnya, mereka
memiliki budaya menenun. Setiap wanita dalam kelompok masyarakat tersebut
dianjurkan untuk memiliki keahlian menenun. Karena jika seorang wanita dalam
kelompok tersebut tidak mempunyai keahlian menenun maka dia tidak diperbolehkan
untuk menikah.
Masyarakat Adat Amma Toa
dikenal sebagai masyarakat yang mampu melestarikan hutannya dengan baik.
Padahal, masyarakat adat tersebut tergolong sebagai masyarakat yang memiliki
tingkat pendidikan yang sangat rendah. Ironisnya, mereka mampu melakukan
pelestarian lingkungan dengan baik. Sebenarnya hal ini disebabkan karena adanya
hukum adat yang berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Hukum adat ini
merupakan aturan yag harus dipenuhi dan memiliki sanksi tersendiri jika
dilanggar. Sanksinya dapat berupa denda uang dan sanksi sosial. Itulah mengapa
masyarakat adat Amma Toa memiliki kesadaran diri yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Amma
Toa merupakan pemimpin
tertinggi dalam komunitas Ammatoa, yang memegang tampuk kepemimpinan sepanjang
hayatnya sejak dinobatkan.
2. Masyarakat
adat Amma Toa memiliki ciri khas tersendiri, Dimulai dari pakaian yang mereka
kenakan. Dalam kesehariannya, masyarakat adat Ama Toa memakai pakaian yang
berwarna hitam.
3. Globalisasi
tidak mempengaruhi kebiasaan masyarakat Ammatoa dalam menjaga kelestarian
budayanya.
3.1. Saran
1.
Pemerintah
sebaiknya ikut serta menjaga dalam mempertahankan kebudayaan asli adat Ammatoa
2.
Masyarakat
sebaiknya bisa mencontohi apa yang masyarakat Ammatoa kerjakan seperti
menjaga/melestarikan hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar